Bagaimana Menumbuhkan Para Penyeberang Guru besar biologi Universitas Gajah Mada dan peneliti di Departemen Biologi Yogyakarta mulai mengembangkan dan menerapkan strategi pertumbuhan ikan pari Bambang Retnoaji. Ini memiliki teknologi.
Bambang mengatakan, ikan yang dikenal dengan nama latin Rasbora Lateristriata ini banyak digunakan sebagai lauk atau snack. Tingginya permintaan pasar akan herbisida ikan ini tersebar luas di alam.
![]() |
| budidaya ikan rumput |
Sementara itu, perlindungan yang berkelanjutan tidak dibarengi dengan upaya konservasi yang baik, mengancam keberadaan jeruk nipis langka. “Populasi ikan pari mulai langka di alam, dan hanya berkembang biak sekali dalam satu musim,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (4/2) di Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan Departemen Biologi UGM.
Bambang mengatakan dengan teknologi budidaya ini ikan dapat dipelihara setiap 2 minggu sekali.
Proses budidaya ikan ini melalui beberapa tahapan, antara lain pembibitan, pembesaran dan pemeliharaan, yang berlangsung di laboratorium dan kemudian tumbuh secara intensif di tambak terbuka.
Budidaya ekstensif dilakukan di Cullen Progo, Sulaiman dan Gunnkidul bekerjasama dengan kelompok pembudidaya atau pembudidaya ikan setempat. “Melalui kemitraan ini, larva dapat tumbuh, berkembang biak dan memasok, berkembang biak dan berkembang biak. Memelihara dan memberi makan ikan siap tangkap pada usia 2-3 bulan dan tumbuh pada usia 6-8 tahun. Mei,” jelasnya.
Bambang mengatakan peralatan canggih, terutama peralatan pemintalan, dirancang untuk penggunaan di dalam dan luar ruangan dalam kondisi yang terkendali. Jadi bisa dilakukan di musim pembersihan apa saja dan digunakan kapan saja.
Weider Stingray Spinner terdiri dari stasiun pemijahan, akuarium utama, akuarium pemijahan, akuarium filter, dan sistem suplai air dengan akuarium ijuk sebagai media budidaya ikan. Di dalam, kisaran suhu 25-30 C, durasi hari dengan siklus 14 terang: 10 gelap dan oksigen terlarut berputar antara 6-8. Setelah itu, pH 6,5-8 dan sirkulasi air konstan.
“Sehari setelah pemujaan, malamnya mulai jam 4 sore sampai jam 7 pagi,” terang Bambang.
Teknologi yang dikembangkan Bambang sudah dipatenkan. Ini akan segera diproduksi di masa depan untuk membantu menumbuhkan gulma secara besar-besaran di Indonesia.
“Biaya satu unitnya sekitar Rp 6 juta untuk produksi alat tersebut. Dengan tersedianya teknologi ini, kami berharap dapat berkontribusi dalam konservasi dan budidaya breed-breed tanah air,” ujarnya.
Baca juga;

Comments
Post a Comment